Langsung ke konten utama

Ini Philosophy Pohon

Mikir sebelum Manjat






Di rumah masa kecil aku dulu ada pohon mangga. Lumayan tinggi tapi rantingnya teratur. 
Jadi bapakku bisa meletakkan papan di antara dahan dan jadi tempat favorit sepulang sekolah. Dari sekedar baca komik sampai tertidur di atas pohon itu sudah kejadian jamak. Termasuk kalau lagi sedih atau ngumpet dari tugas rumah bisa juga nangkring di atas pohon karena nggak ada yang ganggu. Mungkin juga nggak ada yang sadar kalau aku di atas pohon. 

Setelah dewasa (enggan pakai kata tua), ternyata kebiasaan manjat yang sempat hilang puluhan tahun muncul lagi. 
Tiap lihat pohon langsung gemas seakan manjat itu identik dengan 'menaklukkan' ketinggian. Ditambah lagi uji kelincahan di umur segini (berapa yaaaaa....?)

Untuk sebagian orang (apalagi aku) memanjat itu mudah! Asik aja sekonyong konyong nyampe atas pohon. Justru masalah timbul biasanya pas mau turun. Bingung, panik sampai gelisah.
Hal begini tidak terjadi berkali-kali. Cukup sekali! 
Aku coba memahami pohon sama seperti memahami kehidupan.
Kedengerannya agak berlebihan ya..?
Kok kehidupan disamakan dengan pohon!





Tja!
Biar keren dikit kita pakai istilah Philosophy Pohon aja ya... 
Yeaaaaayyy!

Ini dia...Dari pohon aku belajar keteguhan..! 
Sekalipun sudah rontok... gugur.. botak..,  tetap bertahan sambil menunggu muncul dedaunan baru. Bahkan yakin kalau dalam kekeringan tetap bertahan.

Dari pohon aku belajar soal 'kedudukan' sekaligus kekuasaan.
Dimana mencapai kedudukan tinggi dan berkuasa kadang sangat mudah tapi ketika harus turun jadi teramat sulit bahkan dirasa begitu menyakitkan.
Menyangkut soal ini,  aku pernah naik tinggi sekali dengan cepat dan saat turun mengalami kesulitan. 

Susah payah aku turun. Caranya?
Ada pria dewasa (lagi lagi enggan menyebut tua) bertubuh tinggi besar dan lebar, menawarkan bantuan menggendong saya turun.
Hmmmm.... sekalipun panik nggak bisa turun, aku spontan menolak. 
Agak risih juga sekalipun niatnya baik. 

Kesatu, beliau orang asing
Kedua, nggak pakai baju hanya pakai celana panjang karena memang sedang kerja keras membersihkan taman sekitar situ.
Ketiga, keempat, kelima... pokoknya nggak aja!  

Tapi aku harus turun.
Begitulah aku tetap egois padahal demi kepentingan sendiri. 
Apa akal?
Hmmm...! 
Itu badan si bapak tinggi, besar dan lebar. Pasti ada jalan lain daripada digendong. Secara hati-hati aku minta beliau berdiri dekat pohon dengan sedikit membungkuk lalu aku injak punggungnya, baru melompat ke bawah dan selamat.

























Dari pohon aku belajar soal strategi marketing.
Lho kok?
Setelah beberapa pengalaman memanjat, aku tidak mau mengulang kesulitan sama. Jadi sebelum naik aku amati dulu susunan ranting dan menghitung jarak satu ranting dan lainnya. Baru setelah itu mereka-reka kekuatan ranting dan berat badanku tentunya.
Kalau aku yakin ranting yang tersedia cukup kuat dan jarak langkah tiap ranting sesuai baru aku manjat dengan lincah dan turun lagi sama gesitnya tanpa harus melukai apalagi menginjak orang lain. 
Dalam strategi pemasaran ini yang aku selalu pahami sebagai pengenalan produk termasuk memahami sasaran target. 

Ini baru sebagian lho yang aku ceritakan soal kehidupan dan Philosophy Pohon. Masih banyak lagi, tapi aku capek juga nih. Kapan-kapan ya aku berbagi soal 'ilmu pohon' dan 'ilmu meringankan tubuh'. 
Tampaknya aku harus manjat lagi dulu biar dapat energi.

Well, this is my Style.., my Leisure..!
#CaraNaturalMenikmatiNature
#ilovenature


dari ketinggian pohon (kering)aku belajar ketabahan
dengan ketabahan, aku berusaha manjat pohon
#kataitasembiringlhoyaa




















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ini Pakpak Bharat

Ada tempat terpencil Tapi tidak terkucil Menapak di sana Aku bagai kelana Tapi semua menyapa Dalam keramahan mempesona Dan kusebut tempat itu sebuah negeri di awan Sebab langit begitu dekat dari sebuah ketinggian Di ujung Sumatera yang tampak rawan Lalu kujamah PAKPAK BHARAT yang menawan Beruntung aku pernah tiba di sini.., di Pakpak Bharat yang tiap kali kusebut beberapa dahi berkerut karena belum pernah mendengar namanya. Masih di belahan Sumatera Utara dan merupakan wilayah pemekaran dari Dairi. Tja.....! Bagaimana kalau urusan demografi ini kita bahas lain kali aja, karena pasti banyak info tentang itu. Aku justru ingin berkisah  soal kecantikannya.  Mungkin aku belum terlalu banyak berkelana dan menjelajah negeri. Tapi dalam perjalanan alam yang pernah kulalui, ini baru kutemukan satu daerah TERPENCIL tapi tidak TERKUCIL. Kemanapun kaki melangkah dan mata tertuju, tampak tertata rapi dan bersih dilengkapi fasilitas ...

Ini Matahari Indonesia dari puncak Bukit Sikunir

Cerita dari Langit Indonesia Belahan Timur Ini aku lho... (ita sembiring) bukan Michael Jackson lho ya.... *puncak Sikunir - Dieng Plateau Masih seputar matahari Indonesia dan keberuntungan kita atas kekayaan siraman sinar surya.   Kalau sebelum ini aku berbagi cantiknya matahari terbit dari Pantai Tanjung Lesung wilayah Banten, sekarang dari puncak Sikunir Dieng Plateau. Demi menikmati sapaan awal matahari, ketinggian 2350mdpl bukan lagi penghalang buat didaki. Berat? Pastilah... buat ibu-ibu kayak aku. Nyerah? Nyarislah.. belum lagi 1/4 perjalanan. Ngos-ngosan? Bangetlah... tapi penasaran. Nyampe? Praise the Lord... akhirnya menapak juga di puncak Masih gelap dan mulai cari posisi buat nunggu Surya datang. Tripod mulai terpancang dan sok ngatur angle siap mengabadikan ritual alam. Nyaris 107 menit menanti tiba tiba muncul benda bulat bersinar kemerahan. Wuuuuiiì... ini detik detik awal matahari menebar pesona natural.  Tapiii...

YUMMY APP

                                                              YUMMY APP Penyelamat Perut Saat Mumet   Perempuan harus bisa masak? Katanya sih begitu biar disayang suami, anak bahkan mertua. Aha….!  Sebagai ibu dengan dua anak, aku sama sekali tidak jago masak tapi ya harus masak dan tentu saja tetap disayang keluarga. Juga bukan tipe yang rajin mengulik resep masakan. Malas bacanya, ditambah lagi ngikutin resep makanan ini itu, jujur saja lebih banyak gagalnya juga. Barangkali  aku yang memang kurang teliti, tidak sabar termasuk tidak paham mengikuti instruksi di resep masakan itu. Jadi kalau turun ke dapur, sesuai hati dan gemulainya jemari saja dalam  mengaduk serta meracik bumbu yang tersedia. Bagiku dalam setiap masakan, bawang putih, bawang merah, kunyit dan lada cukup jadi penyelamat rasa. Prakti...