Langsung ke konten utama

YUMMY APP

                                                          


  YUMMY APP

Penyelamat Perut Saat Mumet

 


Perempuan harus bisa masak?

Katanya sih begitu biar disayang suami, anak bahkan mertua. Aha….!  Sebagai ibu dengan dua anak, aku sama sekali tidak jago masak tapi ya harus masak dan tentu saja tetap disayang keluarga. Juga bukan tipe yang rajin mengulik resep masakan. Malas bacanya, ditambah lagi ngikutin resep makanan ini itu, jujur saja lebih banyak gagalnya juga. Barangkali  aku yang memang kurang teliti, tidak sabar termasuk tidak paham mengikuti instruksi di resep masakan itu. Jadi kalau turun ke dapur, sesuai hati dan gemulainya jemari saja dalam  mengaduk serta meracik bumbu yang tersedia. Bagiku dalam setiap masakan, bawang putih, bawang merah, kunyit dan lada cukup jadi penyelamat rasa. Praktislah kalau sungkan menyebut diri malas masak. Tak perlu cari inspirasi masak.

Ukuran rasa masakanku sederhana, kalau anak anak-anak berkomentar enak dan nambah, itu tandanya sukses. Tapi kalau cuma bilang enak tanpa nambah, aku cenderung sedih. Sebab itu bisa dipastikan  basa basi. Sekedar menghargai jerih payah ibu yang saat berkutat di dapur, kucuran keringatnya lebih banyak dari kuah sayur.  Jika mereka bilang enak dan nambah pasti ada embel-embel permintaan, “Besok buat lagi ya Ma.” Dan  selalu kujawab  penuh sukacita: “Siaaaap..!”

Nah sayangnya, aku nggak pernah berhasil mengulangi sensasi sedapnya masakanku  sebab mengolah  hanya mengandalkan perasaan dan kemana jemari mengaduk bumbu. Pokoknya nggak pakai ukuran standard sebagaimana layaknya tertera di resep makanan. Belum lagi tiap kali masak pasti bumbu berbeda, baik jenis maupun takaran. Parahnya lagi suka sering eksperimen menambahkan dengan bumbu lain yang terlihat tanpa sengaja dengan alasan sayang kalau nggak digunakan. Kadang bisa saja ekperimen itu menimbulkan kenikmatan, bisa juga membuat amarah anak anak memuncak saat makan karena menemukan rasa tak lazim.

Selama pandemi dan himbauan di rumah saja, memasak merupakan kegiatan utama demi keamanan dan kesehatan keluarga.  Hampir setiap hari tak beranjak dari dapur. Sejak surya pagi mulai mengintip dari balik jendela, siap mengolah  sarapan pagi, dilanjutkan menu siang, selingan cemilan sore hingga makan malam. Tubuhpun sangat lekat dengan aroma bumbu dapur. Memasuki bulan ke sekian perintah di rumah saja, ide mengolah makanan mulai menipis dan bingung mau masak apa. Mulai mencari-cari inspirasi resep. Apalagi kedua anakku paling tidak suka makanan berulang dalam waktu dekat atau jenis makanan dihangatkan. Selalu segar baru diolah, disantap habis dan harus variatif.

Oh tidaaaak……! Urusan perut jadi bikin mumet. Beruntung sekali karena doyan makan, anak anak juga sangat berkontribusi dalam mencari inspirasi resep dan cara mengolahnya lewat beragam tontonan. Termasuk acara kompetisi memasak para chef kondang. Cuma kadang aku menolak diajak melihatnya karena chef nya galak. Malas rasanya mau masak harus dengar omelan segala dan berasa ikut diomelin.    

Satu kali aku benar-benar tak kuasa menghidangkan masakah apapun sebab semua yang kutawarkan anak anak bilang itu-itu lagi. Akhirnya kami memesan makanan, dimana  tentu saja jadi tidak hemat. Ini membuat mereka merasa telah membebani ibunya yang sedang tidak bekerja di masa pandemi dan harus mengeluarkan biaya ekstra kalau pesan  makanan sekalipun sekedar buat variasi selera.

Lagi-lagi kedua anakku bekerjasama mencari akal sampai tidak sengaja menemukan aplikasi memasak, Yummy App. Seperti biasa aku menyerah kalau disuruh mengikuti resep masakan dari aplikasi masak. Anak-anak menyodorkan diri untuk mencoba, tapi aku tidak percaya karena sedikit meremehkan kemampuan masak mereka. Sebab sebelumnya putriku mencoba beberapa resep makanan dari yang dia tonton dan rasanya sungguh ‘ajaib’. Sudah capek belanja khusus menyesuaikan bahan seperti tertera di resepnya dan rumah jadi berantakan. Pokoknya serba ekstra lah sampai ekstra jengkel.

Putraku berkeras mau mencoba sebab katanya dia menemukan aplikasi masak yang simple dan bebas masak apa saja. Katanya Yummy App dijamin tidak merepotkan, sebab nggak perlu belanja khusus. Cukup lihat bahan apa  tersedia di kulkas, lalu cari di aplikasi memasak tersebut ide mengolah bahan itu. Bahkan dilengkapi video singkat  proses memasak, langkah demi langkah. Dijamin tidak gagal lagi dan pas.    

Hmmmm… karena tidak butuh usaha ekstra aku biarkan dia mengambil alih urusan makan hari itu. Tetap di awal dengan serentetan omelan persis suara petasan lembab. “Awas kalau nggak enak, bahan makanan sia sia, berantakan, pokoknya jangan sampai gagal.”

Diam-diam aku mengawasi dia serius mendata bahan yang tersedia, mengikuti tiap instruksi, diakhiri dengan menonton video, lalu mulai memasak. Aku agak ragu dengan hasilnya sebab dia sama sekali tidak melihat HP lagi selama memasak meski sekedar meyakinkan apakah langkahnya sudah sesuai resep atau belum. Katanya tidak perlu, karena ide yang ditawarkan aplikasi masak ini praktis dan instruksi yang tersaji di video sangat mudah diingat.

Dan…. taraaaaa…….! Makan siang kami saat itu sukses dan semua menikmati berkat keberanian puteraku mencoba inspirasi masak yang ditawarkan Yummy App. Simpel, praktis, cepat dan enak. Bahkan ketika menu yang sama diulang di hari lain, rasanya tidak berubah karena mengikuti instruksi dengan baik.

 Dengan bangga dia bilang: “Berhasil kan….! Bahan makanan tidak terbuang, dapur bersih dan kita makan enak. Nanti kalau balik ke kos aku jadi lebih gampang nih masak pakai Yummy App.” (anakku sekolah di KUDUS, jadi harus mandiri)

Aku memang tidak selalu menyajikan makanan dengan mengandalkan aplikasi masak. Lebih sering spontan. Tapi paling tidak kehadiran Yummy App, sudah jadi salah satu jalan keluar. Juga buat putraku saat berjauhan  dalam kesendiriannya di kos. Sungguh jadi penyelamat perut saat mumet mau masak apa. Terima kasih anakku yang sudah menyarankan aplikasi masak Yummy App buat Ibu dan dirimu sendiri.

Memasak jadi praktis dan menyenangkan.  (ita sembiring)  

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ini tentang gue, ita sembiring!

It's me.....! My STYLE  Aku penikmat seni dan pencinta keindahan… Seni dan keindahan aku dapatkan dari alam semesta… Jadi..  kehidupanku begitu nikmat penuh cinta #ilovenature My LEISURE Kalau ada microphone..,  aku akan jadi Public Speaker yang menyenangkan  (karena aku CPS lho…  alias Certified Public Speaker dari IPSA-Indonesian Professional Speakers Association) Kalau ada laptop..,  aku akan jadi penulis handal  (karena novelku sudah terbit banyak banget dan best seller) Kalau ada camera..,  aku akan cari team bikin film pendek  (karena aku produser LA Indie Movie 2015) Kalau ada panggung, microphone dan audience, aku langsung jadi moderator kocak (karena aku sering diundang memandu talkshow) Kalau ada mahasiswa aku langsung buka kelas berbagi  (karena aku juga Dosen lho) Kalau ada benda-benda terbengkalai pasti aku langsung bikin sesuatu  (karena aku sangat Kreatif) Kal

Ini Blue Lagoon....

Morning Arrival in the Blue Lagoon Laguna Biru pantai Wediombo, Gunung Kidul - Wonosari Pernah tahu film The Blue Lagoon? Besutan sutradara Randal Kleiser diangkat dari novel karya Henry De Vere Stacpoole, dirilis 5 juli 1980. Wuuuiii... lama yaaa.  Pemainnya barangkali udah jadi Oma Opa tuh.  Di masa itu lumayan bikin gempar juga film ini karena 'keberanian' si cantik Brooke Shields dan Christopher Atkins pamer tubuh.  (Tapi ga usah buru-buru dicari juga lho filmnya sekarang) Nah.. ada apa dengan The Blue Lagoon? Kalau film The Blue Lagoon seputar kisah petualangan cinta 2 sejoli kasmaran,   di Laguna Biru Wediombo ada petualangan aku & team menembus air pasang. Tetap cerita cinta lho..,  Cuma bukan Romance  antar manusia, tapi manusia dan alam. Tiba di pantai masih pagi, debur ombaknya aja terasa gelegar gitu di telinga. Pinjam istilah alam, ini yang disebut air pasang sedang tinggi. Kalau ingat umur dan suara hati

Ini 'tempat tidur legendaris'

Sleeping Beauty with Sweet Lullaby Hutan Mangrove - Muara Kurus, Tangerang  Tidur.... Itu kebutuhan... Tidur.... Bisa jadi sebuah 'kemewahan'  Terlebih buat para kaum metropolis yang punya sederet agenda seakan 24 jam sehari yang sudah ditetapkan sang Creator masih saja dirasa kurang hingga ada kosa kata : begadang. Gunung api Purba, Wonosari - Jogjakarta Candi Arjuna, Dieng Plateau - Wonosobo Kalau buat aku sih.. tidur jadi punya cerita sendiri bahkan jadi 'pose legendaris' karena aku bisa tidur kapan saja. Tidur pun bisa melahirkan keindahan dalam kenikmatan raga yang bisa melepeh semua lelah  di segala tempat. Beralaskan segala apa yang telah disediakan  alam.. akupun mudah saja menyatukan kerinduan dua kelopak mata (baca: tidur) Dan aku akan tertidur bagai si Sleeping Beauty  dengan alunan tembang Sweet Lullaby tapi cadas ala Deep Forest Dalam persembahan cinta semesta..., bagiku tak ada beda nikmat b